Peluang dan Tantangan Digital Marketing di Era Revolusi Industri 4.0
Nama : Sephia Dwi Rose
NIM    : 20101011015
Matkul : Digital Marketing
Dosen Pengampu: Andi Tri Haryono, S.E., M.M
Mata kuliah :Digital Marketing
Peluang dan Tantangan Dunia Bisnis Modern di Era
Revolusi Industri 4.0
Digital Marketing menurut Heidrick & Struggless
(2009:1) adalah perkembangan dari digital marketing melalui web, telepon
genggam dan perangkat games, menawarkan akses baru periklanan yang tidak
digembor-gemborkan dan sangat berpengaruh. Jadi mengapa para marketer di
seluruh Asia tidak mengalihkan penggunaan budget dari marketing tradisional
seperti TV, radio dan media cetak ke arah media teknologi baru dan media yang
lebih interaktif. Ada 4 (empat) kegiatan utama digital Marketing :
1.     
Menciptakan 
2.     
Mengkomunikasikan
3.     
Menyampaikan
4.     
Bertukan penawaran
Revolusi Industri 4.0 sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Seorang ekonom terkenal asal Jerman
yang menulis dalam bukunya: The Fourth Industrial Revolution. Sedangkan society
5.0 belum dipastikan perencanaannya di Indonesia, namun Jepang telah meresmikan
peluncuran Society 5.0 atau super-smart society pada bulan Januari lalu. Jepang
sendiri merupakan negara dengan perkembangan teknologi paling maju, jadi tak
heran lagi jika Jepang selalu memiliki inovasi-inovasi mutakhir dalam perkembangan
teknologi.
Industri
4.0
1.      Era digital di semua bidang.
2.      Proses transformasi digital dari rangkaian value
chain.
3.      Digunakan oleh berbagai sektor industri, bukan hanya
manufaktur.
4.      Otomatisasi dengan teknologi cyber.
5.      Konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah
ada dimana – mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things.Industri
Internet.
6.      Inovasi Disruptif yang dapat mengancam keberadaan
perusahaan - perusahaan yang sudah lama ada.
Revolusi Industri 4.0 Istilah Industri 4.0 lahir
dari ide revolusi industri ke-empat. Davies (2015) dalam Prasetyo dan Sutopo (2017)
menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat kali, yaitu: 
1.      Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada
tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan
manusia.
2.      Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 di
mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi
secara masal.
3.      Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi
manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industry ketiga.
4.      Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi
sensor, interkoneksi, dan analisis data memunculkan gagasan untuk
mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri.
Gagasan inilah yang diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya
yaitu Revolusi Industri 4.0. Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada
revolusi yang ke empat.
Prof. Klaus Martin Schwab dalam Ghufron (2018),
dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution (2017) menyebutkan bahwa saat
ini kita berada pada awal sebuah revolusi yang secara mendasar mengubah cara
hidup, bekerja dan berhubungan satu sama lain. Perubahan itu sangat dramatis
dan terjadi pada kecepatan eksponensial. Ini memang perubahan drastis dibanding
era revolusi industri sebelumnya. Revolusi digital dan era disrupsi teknologi
adalah istilah lain dari industri 4.0. Disebut revolusi digital karena
terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang.
Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan
konektivitas disebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan
kerja menjadi tidak linear.
Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0
adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Salah
satu bentuk pengaplikasian tersebut adalah penggunaan robot untuk menggantikan
tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif, dan efisien (Tjandrawinata,2016).
Era IR 4.0 pada prinsipnya adalah memberdayakan
peran digitalisasi manufaktur dan jaringan suplai yang melibatkan integrasi
informasi dari berbagai sumber dan lokasi. Pemanfaatan informasi digital
tersebut digunakan untuk menggerakkan manufaktur dan distribusifisik.
Zezulka, Marcon, Vesely, &Sajdl,(2016)
menggunakan terminologi Industri 4.0 dalam tiga faktor yang saling terkait,
yaitu: (i) digitalisasi dan integrasi teknis sederhana-hubungan ekonomis dengan
teknis yang rumit- jaringan ekonomis yang kompleks, (ii) digitalisasi penawaran
produk dan layanan, dan (iii) Model pasar baru. Semua aktivitas manusia ini
saling berhubungan dengan banyak sistem komunikasi saat ini.
Teknologi yang paling banyak digunakan adalah
Internet of Things (IoT), Internet of Service (IoS), dan Internet of People
(IoP) yang bertumpu pada Sistem-Fisik-Cyber (Cyber-Physical-Systems). Teknologi
ini memungkinkan entitas komunikasi (dalam lingkungan Industri 4.0) untuk
bertautan satu sama lain dan memanfaatkan data dari produsen selama siklus
kehidupan sistem tanpa dibatasi oleh sekat perusahaan dan negara. Semua pihak
yang terkait dapat memperoleh informasi dan data yang relevan setiap saat
sehingga dapat mengetahui dengan lebih pasti perkembangan yang terjadi dalam
pasokan, pengolahan dan pengangkutan sebagai basis perencanaan, pengelolaan dan
evaluasi usaha. Pola komunikasi juga mengalami perubahan tidak hanya terbatas
antar manusia (Customer to Customer) tapi juga antara manusia dengan mesin
(Costumer to Machine) dan antara mesin ke mesin (MachinetoMachine) (Cooper dan James
2009).
Transformasi digital mengubah konteks pasar bagi
hampir seluruh bisnis. Perubahan tersebut mengubah berbagai aspek bisnis tidak
hanya model operasi binis, tetapi juga bagaimana perusahaan merubah cara-cara
dalam menawarkan produk, berinteraksi dengan pelanggan, serta mendapatkan
sumber layanan bisnis. Sehingga perusahaan dituntut untuk meredisain supply
chain mereka, dan dengan membangun jaringan supply chain yang lebih terhubung
antar seluruh perusahaan yang terlibat. Secara sadar perusahaan dipaksa
menggunakan perangkat digital yang saling terhubung melalui situs web yang kompleks.
Dikutip dari
Navigating-Infrastructure-and-Assets-in-Digital-Economy (2019), beberapa
perubahan penting dalam bisnis yang diakibatkan transformasi digital, antara lain
adalah:
a.       Perilaku Konsumen
Konsumen memiliki kekuatan mendorong perubahan dalam
fungsi logistikdan supply chain. Penggunaan smartphone dan internet memberikan
kemudahan bagi konsumen untuk akses yang sangat luas ke sumber informasi.
Perkembangan perdagangan melalui e-commerce, konsumen memiliki beragam pilihan
distribusi omni-channel, dan dapat menelusuri setiap channel yang ada,
membandingkan berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan, baik dari segi
harga, kualitas, dan layanan. Sehingga konsumen dapat membandingkan produk dan jasa
yang ditawarkan. Saat ini, konsumen sangat sensitif terhadap harga, kualitas,
kenyamanan, fleksibilitas, dan respons layanan yang cepat dari perusahaan.
Bahkan konsumen sangat tidak toleran terhadap kualitas produk dan layanan yang
buruk, mereka akan segera mengekspos pengalaman yang mereka alami menyangkut
produk dan layanan perusahaan, media sosial dan internet. Lebih dari itu,
penilaian dan ekspektasi konsumen terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, semakin
tinggi.
Oleh karena itu, perusahaan harus terus berupaya
untuk memperbaiki bisnis mereka, dengan cerdas menggunakan data yang dimiliki
untuk mengoptimalkan dan melibatkan pengalaman pelanggan dalam meningkatkan
nilai produknya. Sehingga pengalaman pelanggan menjadi bagian integral dari pengembangan
produk dan jasa.
b.      Inovasi Produk dan rekonfigurasi produk yang sudah ada
Melalui penjualan e-commerce terdapat ribuan dan
bahkan jutaan variasi produk dan jasa yang ditawarkan. Variasi produk yang
banyak tersebut menuntut perusahaan terus mengembangkan inovasi untuk
menciptakan produk-produk baru atau menduplikasi dengan cepat produk-produk
yang laris di pasar. Sebagai akibatnya, siklus hidup produk semakin lebih
pendek, risiko cepat usang, mengharuskan perusahaan terus mengembangkan produk
baru atau mengkonfigurasi ulang produk lama untuk mempertahankan pangsa pasar.
c.       Operasi Bisnis
Penggunaan teknologi digital, menyebabkan
batas-batas organisasi tradisional semakin tidak jelas. Lingkungan pasar
semakin kompetitif dan cerdas. Sehingga perusahaan harus menyesuaikan model
operasi bisnisnya agar mampu tetap bertahan dan tumbuh dalam ekonomi global yang
semakin kompetitif. Transformasi digital mendorong perusahaan untuk cepat
beradaptasi dengan perubahan tersebut, karena perusahaan hanya memiliki 2
pilihan “mendisrupsi” atau “terdisrupsi (binasa)”.
d.      Berkembangnya Alih daya (sourcing)
Teknologi digital mendorong berkembangnya
outsourcing (alihdaya), karena memberikan cara baru untuk berkolaborasi dengan
perusahaan lain. Terdapat banyak perusahaan melakukan strategi outsourcing
dengan mengalihdayakan beberapa kegiatan dan proses ke Perusahaan Penyedia Jasa
Logistik (3PL dan 4PL). Tujuannya tak lain adalah untuk memberikan nilai tambah
bagi pelanggan, serta mempertahankan profitabilitas perusahaan. Penggunaan teknologi
digital, meningkatkan peluang untuk berkolaborasi dengan perusahaan di dalam
negeri maupun dengan perusahaan global. Alih daya ini tentunya dapat
menciptakan peluang usaha pasar bagi perusahaan Penyedia Jasa Logistik.
Beberapa contoh kolaborasi (kemitraan) yang sering dilakukan antara lain dalam
bidang:
1)     
transportasi
baik domestik maupun internasional;
2)     
pergudangan;
3)     
Freight
forwarding; 
4)     
Teknologi dan
informasi;
5)     
Order management
dan fulfillment.
Revolusi
Industri 4.0 sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab.
Seorang ekonom terkenal asal Jerman yang menulis dalam bukunya: The Fourth
Industrial Revolution. Sedangkan society 5.0 belum dipastikan perencanaannya di
Indonesia, namun Jepang telah meresmikan peluncuran Society 5.0 atau super-smart
society pada bulan Januari lalu. Jepang sendiri merupakan negara dengan
perkembangan teknologi paling maju, jadi tak heran lagi jika Jepang selalu
memiliki inovasi-inovasi mutakhir dalam perkembangan teknologi.
Revolusi Industri 4.0 memiliki potensi untuk meningkatkan
tingkat pendapatan global dan meningkatkan kualitas hidup populasi di seluruh
dunia. Sampai saat ini, mereka yang telah memperoleh hasil maksimal
darinya adalah konsumen yang mampu membeli dan mengakses dunia dan layanan digital. Teknologi
telah memungkinkan produk dan layanan baru yang meningkatkan efisiensi dan
kesenangan kehidupan pribadi kita. Biaya transportasi dan komunikasi akan
turun, logistik dan rantai pasokan global akan menjadi lebih
efektif, dan biaya perdagangan akan berkurang, yang semuanya akan
membuka pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada saat yang sama, seperti yang ditunjukkan oleh
ekonom Erik Brynjolfsson dan Andrew McAfee, revolusi dapat menghasilkan
ketimpangan yang lebih besar, khususnya dalam potensinya untuk mengganggu
pasar tenaga kerja. Di sisi lain, juga dimungkinkan bahwa pemindahan
pekerja dengan teknologi akan, secara agregat, menghasilkan
peningkatan dalam pekerjaan yang aman dan menguntungkan. Selain menjadi
perhatian ekonomi utama, ketimpangan merepresentasikan kesenjangan sosial
terbesar yang terkait dengan Revolusi Industri 4.0. Ketidakpuasan juga
dapat dipicu oleh meluasnya teknologi digital dan dinamika berbagi informasi
yang dicirikan oleh media sosial.
Dalam dunia yang ideal, interaksi ini akan memberikan
peluang untuk pemahaman dan kohesi lintas budaya. Namun, mereka juga
dapat menciptakan dan menyebarkan harapan yang tidak realistis tentang apa yang
merupakan keberhasilan bagi individu atau kelompok, serta menawarkan peluang
untuk menyebar ide dan ideologi ekstrem.
Perkembangan revolusi industri juga
mempengaruhi dalam sistem informasi manajemen. Jika dilihat lagi pada
revolusi industri 4.0 ini sangatlah pesat dalam bidang perkembangan teknologi
informasinya yaitu internet. Perlu kalian ketahui juga bahwa Indonesia
merupakan negara dengan penggunaan internet terbesar kelima di dunia. Pada
industry 4.0 inilah segala informasi sangat mudah didapat dan diakses.
Karena semakin canggihnya teknologi
dan sistem informasi yang meningkat pesat, manusia menjadi merasa nyaman
dan dimanjakan, sehingga mereka menginginkan sesuatu yang serba praktis
dan efisien. Seperti contohnya pada dunia perbankan sudah menggunakan
teknologi yang baru yaitu dengan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial
intelligence dalam pelayanan seperti digital banking, yang dulunya
pelayanan dapat dilakukan secara full offline atau tatap muka, sekarang
bisa menggunakan layanan online. Pelayanan dalam dunia kesehatan pun sudah
berkembang, seperti dengan adanya Halodoc, masyarakat bisa dengan
mudah konsultasi kepada dokter, membeli obat, maupun membuat janji
dengan rumah sakit dengan cara memesan secara online. Dalam bidang
transportasi juga sudah dipermudah, seperti pada KAI, jika seseorang
ingin memesan tiket kereta biasanya ia harus mengunjungi stasiun terdekat untuk
mengantree di loket untuk membeli sebuah tiket, tetapi sekarang tidak
perlu lagi mengantree lama-lama karena sudah disediakan aplikasi berbasis
online yang dapat memesan atau membeli tiket kereta.
Ada banyak tantangan yang sebelumnya mungkin tidak pernah
Anda temui di era sebelumnya. Yang paling simpel memang tantangan untuk mulai
beralih ke produk digital, namun bukan itu yang akan dibahas di dalam artikel
ini karena itu tantangan yang sudah sangat umum. Berikut beberapa tantangan
baru yang perlu Anda antisipasi:
• Hubungan Brand – Customer yang Sudah Lebih dari Sekadar
Hubungan
Dengan adanya sosial media dan
kemudahan untuk menggelar acara lewat internet, maka hubungan antara brand dengan
pelanggan sudah bukan lagi sekadar jual beli. Ada komunikasi lebih yang perlu
dibangun guna meningkatkan loyalitas pelanggan Anda.
• Mudahnya Mendapatkan
Exposure
Sejak adanya digital marketing, mendapatkan exposure dari calon pelanggan baru bukanlah masalah. Ini tentu membuka peluang sekaligus tantangan, sebab ini juga berlaku untuk kompetitor Anda.
Artinya Anda juga harus mempertahankan agar calon pelanggan Anda tidak pindah ke lain hati karena mereka juga bisa melihat promosi yang dilakukan oleh kompetitor. Sekarang Anda harus lebih kreatif dan peduli terhadap apa yang dibutuhkan oleh calon pelanggan guna mempertahankan level exposure Anda.
• Bahaya Blunder Sewaktu-waktu
Sudah tidak terhitung berapa banyak perusahaan yang melakukan blunder di social media. Entah karena kesalahan merespon suatu fenomena sosial, atau karena kesalahan dari tim internal mereka sendiri.
Di masa lalu, blunder yang dilakukan oleh brand tidak semudah itu tersebar ke publik. Mengingat minimnya akses untuk berbagai konten ke masyarakat luas. Namun sekarang, kesalahan sedikit saja, bisa membuat brand image Anda turun dan bahkan kejadian tersebut juga bisa dimanfaatkan oleh kompetitor anda.
• Bidang Bisnis yang Semakin
Beragam
Berkat adanya internet di era revolusi industri 4.0, kehadiran tech industry di berbagai bidang mulai menjamur dan bahkan mengancam berbagai bisnis yang sudah exist di masa lampau. Contohnya saja kehadiran ride hailing yang mengancam industri transportasi konvensional.
Komentar
Posting Komentar